Selasa, 03 Agustus 2010

Membumikan Islam Rahmatan Lil’alamin

06-April-2007
Buletin No. 174
Oleh: Ust. Arifin Ilham

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah,” (QS al-Anfal [33]: 21).
Kemajemukan suatu bangsa seringkali menjadi pemicu konflik, baik antar suku, budaya, maupun agama. Mayoritas umat manusia belum terbiasa hidup rukun dalam perbedaan. Klaim kebenaran dan perasaan superior dari suku, budaya, dan agama yang berbeda menjadi penyebab intoleransi hidup. Bahkan satu sama lain cenderung ingin saling mendominasi. Latar belakang yang berbeda, tak jarang menciptakan disharmoni dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sikap anarkis yang dipertontonkan sebagian kelompok Islam menunjukkan dangkalnya akidah mereka. Karena akidah yang murni dan kuat akan membuahkan ibadah yang khusyuk, akhlak yang mulia, dan menjadi modal dakwah yang luar biasa. Akidah yang murni dan kuat juga akan melahirkan sikap toleran atas perbedaan yang merupakan sunnatullah.
Agama Islam mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan. Hal ini akan melahirkan sikap toleran (tasamuh) yang pada akhirnya akan menciptakan manusia-manusia yang beradab. Dalam konteks ini, menciptakan terwujudnya masyarakat yang berdadab adalah bagian dari jihad. Karena itu, penyempitan makna jihad hanya pada perjuangan fisik dan angkat senjata tidaklah tepat. Lebih dari itu, tingkatan jihad yang tertinggi bukanlah perjuangan fisik atau angkat senjata, melainkan jihad melawan hawa nafsu. Hal ini terungkap dalam sabda Nabi Muhammad Saw sepulang dari Perang Badar.
Kemiskinan dan Kebodohan Umat
Umat Islam saat ini terkungkung dalam kemiskinan dan kebodohan. Dua penyakit kronis ini hendaknya menjadi prioritas perjuangan para ulama, tokoh Islam, dan pemimpin umat. Karena itu, menyiapkan SDM yang berkualitas, baik melalui jalur pendidikan dan dakwah, harus dilakukan serta meningkatkan kualitas keagamaan umat. Hal yang harus kita sadari, keterbelakangan umat Islam saat ini disebabkan karena mereka jauh dari sumber ajaran mereka, yakni Al-Qur’an dan hadits. Karena itu, kunci sukses umat adalah selalu berpedoman dan berpegang teguh pada keduanya. Selain itu, para ulama, tokoh, dan pemimpin umat harus memasarkan agama Islam sebagaimana memasarkan agama Islam yang dibawa Nabi kita Muhammad Saw., seperti beragama dengan cerdas dan beramal dengan ikhlas.
Sebagian kelompok Islam meyakini bahwa keterpurukan yang diderita umat saat ini disebabkan atau direkayasa oleh setan (sebuah kekuatan), di mana mereka datang dan menyusup dari segala penjuru dan dengan segala cara. Hal ini sudah dijelaskan Allah bahwa mereka itu datang dari depan, belakang, atas, bawah, kanan dan kiri. Hal ini merupakan suatu keniscayaan. Tapi ada hal yang tidak perlu kita lupakan, yaitu introspeksi. Dengan introspeksi kita akan menyadari bahwa keterpurukan umat saat ini tidak semata-mata disebabkan faktor luar, tapi juga bersumber dari dalam. Ketidakacuhan kita dalam belajar, misalnya, adalah salah satu sebab kemunduran umat.
Hal lain yang mesti kita ingat, ada jaminan kepada orang-orang yang beriman berupa penjagaan dan orang beriman akan diberikan kemenangan disebabkan ia dekat dengan Allah. Ada dua jalan keluar agar umat Islam terbebas dari keterpurukannya. Pertama, memiliki quwwat ar-ruh (kekuatan jiwa) yang sering disebut dengan kekuatan rohani. Kedua, memiliki quwwat al-jasad (kekuatan fisik). Kekuatan jiwa terbagi menjadi dua, yakni kekuatan iman dan kekuatan ilmu. Sementara kekuatan fisik itu di dalamnya ada sosial politik, ekonomi, budaya, dan militer. Dengan memiliki kekuatan ini, umat Islam menghadapi kekuatan luar yang berusaha menzalimi umat serta mampu mengembangkan diri. Dua kekuatan ini hanya akan bisa direngkuh jika pendidikan ditubuh umat berjalan dengan efektif.
Kita semua sadar akan keterpurukan yang yang diderita oleh umat Islam saat ini diseluruh penjuru dunia, sayangnya para ulama, tokoh, pemimpin belum mampu merapatkan barisan untuk berjihad memerangi kebodohan dan kemiskinan itu. Kita juga belum bisa menyatukan kekuatan “lahir” dan “batin” dalam perjuangan itu. Kita hanyut dalam firqah-firqah dan cenderung menyalahkan kelompok di luar kita. Menganggap kelompok sendiri paling benar dan kelompok lain salah adalah virus yang meluluh-lantakkan ukhuwah islamiyah. Kelompok yang memperjuangkan kemajuan umat lewat jalur politik, pendidikan, dan dakwah hendaknya bergandengan tangan. Bukan saling mendiskreditkan, apalagi menyatakan kelompok lain sebagai Muslim tidak kaffah (sempurna).
Ada hal yang lain yang harus kita renungi dan perbaiki, kita hanyut dalam keasyikan ibadah (shalat, puasa, haji, dan zakat) atau zikir, tapi maksiat jalan terus. Shalat yang dinyatakan dalam Allah Swt Al-Qur’an bisa mencegah perbuatan keji dan munkar (QS al-‘Ankabut [29]: 45), ternyata tidak membekas dalam diri kita. Sejatinya ketakwaan atau kesalehan tidak berjalan bersamaan dengan kemunkaran. Tapi kita melihat sebaliknya. Acara-acara keagamaan semakin semarak, tapi kemaksiatan juga makin marak. Memang agak aneh, tapi itulah realitas yang kita alami. Apakah ini yang menyebabkan bangsa ini ditimpa pelbagai musibah? Mari kita bertafakur dan berintrospeksi diri.
Islam Agama Rahmatan Lil’alamin
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw diutus sebagai rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107). Sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa perang yang dilakukan oleh umat Islam jauh lebih elegan dari perang yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Umat Islam masa lalu mampu membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama rahmat. Tapi saat ini, wajah rahmat Islam babak-belur akibat ulah segelintir kelompok Islam yang melakukan aksi-aksi kekerasan dan terorisme atas nama jihad. Akibatnya, makna suci jihad tercemari lalu diidentikkan dengan terorisme oleh masyarakat Barat.
Mereka itu tidak melihat wajah Islam yang sebenarnya, dan dunia Barat sepertinya memelihara penilaian tersebut. Hal ini lahir dari keyakinan mereka bahwa Islam “tidak benar”. Sedangkan menurut kita (umat Islam), Islam adalah agama salam, rahmatan lil alamin. Oleh sebab itu, kita harus membuktikan bahwa kita cinta damai. Jihad bukanlah aksi terorisme, tapi segala perbuatan guna membumikan ajaran Ilahi di muka bumi dengan cara-cara yang diridhai-Nya. Jihad dalam arti perang hanya dipakai jika diserang atau diganggu, misalnya mempertahankan/membela diri dan kehormatan seperti di Palestina.
Umat Islam saat ini masih belum sepenuhnya mampu menunjukkan Islam rahmatan lil alamin. Umat masih jauh dari perilaku dan akhlak Islami. Artinya, banyak umat Islam yang belum “Islam”. Masjid banyak, tapi yang shalat berjamaah sedikit. Umat Islam juga memiliki kelemahan di berbagai lini kehidupan. Kemiskinan dan kebodohan menjadikan kita sebagai umat yang lemah dan inilah yang menjadi musuh kita. Marilah kita maknai jihad untuk membangun tatanan ekonomi yang Islami. Jihad kita pakai untuk bersungguh-sungguh memerangi kebodohan dan kemiskinan, jihad memerangi kekufuran yang ada pada diri kita, keluarga, lingkungan, dan jagad raya ini.
Wallahu a’lamu bis shawab.
Sumber: Diolah dari wawancara CMM (Yulmedia) dengan Ust. Arifin Ilham, Pengasuh Majelis Zikir Az-Zikra
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4149_0_3_0_M